Proyek pembukaan jalan baru yang dibiayai oleh Dana Desa tahun 2024 senilai Rp 120 juta tersebut diduga tidak melalui proses musyawarah desa yang semestinya.
Selain itu, pelaksanaan proyek juga dipertanyakan karena dianggap tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas.
Tati mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan Kepala Desa yang menggusur lahan miliknya tanpa adanya pemberitahuan dan musyawarah terlebih dahulu. Upaya mediasi yang dilakukan di tingkat desa juga menemui jalan buntu karena Kepala Desa Yutami menolak untuk memberikan ganti rugi dan bahkan menantang untuk dilaporkan ke pihak kepolisian.
Menyikapi hal tersebut, Tati akhirnya melaporkan kejadian ini ke Polres Muratara pada tanggal 7 Januari 2025. Laporan tersebut telah diterima dan saat ini pihak kepolisian sedang melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi.
Tati berharap agar pihak kepolisian dapat bertindak tegas dan memberikan keadilan atas kasus yang dialaminya. Ia juga meminta dukungan dari media dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Kami ingin agar Kepala Desa yang melakukan tindakan semena-mena ini dapat dihukum. Di desa kami, musyawarah mufakat tidak pernah dilakukan. Semua keputusan hanya melibatkan orang-orang terdekat Kepala Desa," tegas Tati.
Sementara itu, Kapolres Muratara, AKBP Koko Arianto Wardani, melalui Kasi Humas Polres Muratara, AIPDA Didian Perkasa, belum memberikan tanggapan terkait laporan tersebut.
Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan memberikan informasi terbaru kepada pembaca.





