![]() |
| Kepala Disdik Muratara - Zazili-FOTO : NET- |
Kepala Disdik Muratara - Zazili
“Yang ngotot itu neneknya korban. Bukan tak mau bedamai. Tapi pihak nenek korban ini minta uang damai diatas Rp 50 juta. Inilah yang sulit dipenuhi. Kalau dia mintanya belasan juta bisalah kami patungan bantu Pak Guru ini. Kalau Rp 50 juta mau dari mana.”
Guru honorer yang merupakan warga Desa Karang Anyar, Kecamatan Rupit, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) ini jalani sidang karena diduga memukul murid pakai rotan. Korbannya, inisial KY, NN, RH dan IQ. Semuanya murid kelas VI SD Negeri Karang Anyar, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara.
Apinsa dijerat Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Muratara Zazili mengaku sudah maksimal mendampingi proses perdamaian antara Apinda dengan keluarga anak-anak yang diduga dianiaya sang guru. Karena pemukulan yang dilakukan guru dalam proses edukasi anak agar tidak ribut dalam kelas.
“Beliau ini guru honorer. Statusnya di SDN Karang Anyar sebagai guru kelas 6. Jadi empat anak yang diberi hukuman ini memang anak yang jadi tanggung jawab Pak Apinsa,” jelasnya.
Zili mengatakan, sebelum sampai ke meja hijau Disdik sudah komunikasi dengan keluarga si korban.
“Dari empat anak, hanya satu yang masih ngotot. Tiga anak memaafkan gurunya. Yang ngotot itu neneknya korban. Bukan tak mau bedamai. Tapi pihak nenek korban ini minta uang damai diatas Rp 50 juta. Inilah yang sulit dipenuhi. Kalau dia mintanya belasan juta bisalah kami patungan bantu Pak Guru ini. Kalau Rp 50 juta mau dari mana. Sementara Pak Apinsa ini guru honorer, gajinya hanya Rp 800 ribu per bulan,” terang Kadisdik Muratara.
Untuk mencegah hal serupa agar tak terulang lagi, Disdik Muratara gencar membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di setiap sekolah
“Mulai dari PAUD, SD, SMP ada TPPK ini. Kami membentuk juga dari dinas hingga kabupaten. Setiap sekolah ada kepengurusannya. Ini untuk antisipasi terjadinya kekerasan-kekerasan dalam sekolah. Setiap sekolah juga kami minta gencar mensosialisasikan ini kepada lingkungan warga sekolah maupun wali siswa. Jadi kalau terjadi tindak kekerasan dan sejenisnya, ada yang akan bertanggung jawab. Jadi kami berusaha memaksimalkan itu. Termasuk antisipasi penyelesaiannya dari sekolah dulu,” jelasnya.
Menurut Zili, dengan adanya TPPK ia berharap kekerasan jangan sampai terjadi lagi.
“Ya tidak boleh lagi ada kekerasan di sekolah, karena aturan negara ini jelas. Tapi kalau ternyata masih terjadi, utamakan penyelesaiannya secara kekeluargaan harus kita selesaikan bersama. Kami berharap pengertian wali murid untuk menyelesaikan secara kekeluargaan,” jelasnya.
Lalu bagaimana kronologinya?
Kronologinya, Rabu 12 Juli 2023 sekira pukul 10.15 WIB, para korban berada di dalam ruang kelas 6 SD Negeri Karang Anyar. Mereka terdengar sedang bernyanyi.
Lalu terdakwa datang ke kelas tersebut kemudian terdakwa mengambil sebuah rotan dengan panjang lebih kurang satu meter yang tergeletak di lantai di bawah papan tulis kelas tersebut.
Terdakwa memegang rotan tersebut dengan menggunakan tangan kanannya, lalu terdakwa mendekati KY dan NN.
Kemudian terdakwa mengayunkan rotan tersebut ke punggung KY sekali. Setelah itu, terdakwa mendekati NN kemudian memukulkan rotan yang terdakwa pegang ke punggung NN sekali.
Terdakwa juga memukulkan rotan ke tangan RH dan IQ sekali. Lalu terdakwa mengingatkan agar siswa siswi dalam kelas itu tak ribut. Selanjutnya terdakwa keluar kelas.(lik)
Di kututif: 5 nopember linggaupos. Bacakoran
Muratara: lika santosa





